Sabtu, 01 Juni 2013

SOSIALISASI




Pengertian Sosialisasi
Secara sederhana, sosialisasi dapat disamakan dengan bergaul. Dalam pergaulan tersebut dipelajari berbagai nilai, norma, dan pola-pola perilaku individu ataupun kelompok. Lambat laun nilai dan norma yang ada dapat diserap menjadi bagian dari kepribadian individu serta

pribadi sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhannya untuk bertahan hidup.Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan orang lain untuk mencapai tujuannya. Itulah sebabnya, manusia berinteraksi dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial. Dalam bab ini, kamu akan dikenalkan dengan sosialisasi yang berfungsi sebagai sarana pembentukan kepribadian. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai apa itu sosialisasi, mari kita simak beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli berikut ini.
- Macionis :
pengalaman sosial spanjang hidup yg memungkinkan seseorang mengembangkan potensi kemanusiannya & mempelajari pola2 kebudayaan.
- Broom & Selznic :
proses membangun/menanamkan nilai2 klompok pd diri seseorang.
- Stewart :
proses memperoleh kpercayaan, sikap, nilai, & kbiasaan dlm kbudayaannya.
- Horton & Hunt :
proses dimana seseorang menginternalisasikan norma2 klompok tempat ia hidup shingga berkembang menjadi satu pribadi yg unik.
Karel J.Veeger:
Sosialisasi adalah suatu proses belajar mengajar.

Charlotte Buehler:
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu untuk belajar dan menyesuaikan diri tentang bagaimana cara hidup dan cara berpikir kelompoknya agar dapat berperan dan berfugsi dalam kelompoknya.

Soerjono Soekanto:
Soalisasi adalah sutatu proses yang menempatkan anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di tempat dia menjadi anggota.

Bruce J.Cohen:
Sosialisasi adlah proses manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakatnya untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitas untuk berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok.

Robert M.Z. Lawang:
Sosialisasi adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
  • Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah .Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya.Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
  • Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda.contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah.Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu.Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.Ada dua tipe sosialisasi.Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.


  • Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer
  • Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri.Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak?Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

Pola sosialisasi

Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua.Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.


a. Sosialisasi Represif
Di masyarakat seringkali kita melihat ada orang tua yang memberikan hukuman fisik pada anak yang tidak menaati perintahnya.Misalnya memukul anak yang tidak mau belajar, atau mengunci anak di kamar mandi karena berkelahi dengan teman.Contoh ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi represif yang ada di sekitar kita. Dari contoh tersebut dapatkah kamu menyimpulkan apa sebenarnya sosialisasi represif itu? Sosialisasi represif merupakan sosialisasi yang lebih menekankan penggunaan hukuman, terutama hukuman fisik terhadap kesalahan yang dilakukan anak.
Adapun ciri-ciri sosialisasi represif di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Menghukum perilaku yang keliru.
2) Adanya hukuman dan imbalan materiil.
3) Kepatuhan anak kepada orang tua.
4) Perintah sebagai komunikasi.
5) Komunikasi nonverbal atau komunikasi satu arah yang berasal dari orang tua.
6) Sosialisasi berpusat pada orang tua.
7) Anak memerhatikan harapan orang tua.
Dalam keluarga biasanya didominasi orang tua.
Sosialisasi represif umumnya dilakukan oleh orang tua yang otoriter.Sikap orang tua yang otoriter dapat menghambat pembentukan kepribadian seorang anak.Mengapa?Anak tidak dapat membentuk sikap mandiri dalam bertindak sesuai dengan perannya. Seorang anak yang sejak kecil selalu dikendalikan secara berlebihan oleh orang tuanya, setelah dewasa ia tidak akan berani mengembangkan diri, tidak dapat mengambil suatu keputusan, dan akan selalu bergantung pada orang lain. Kata-kata 'harus', 'jangan', dan 'tidak boleh ini dan itu' akan selalu terngiang-ngiang dalam pikirannya.
b. Sosialisasi Partisipatif
Pola ini lebih menekankan pada interaksi anak yang menjadi pusat sosialisasi.Dalam pola ini, bahasa merupakan sarana yang paling baik sebagai alat untuk membentuk hati nurani seseorang dan sebagai perantara dalam pengembangan diri.Dengan bahasa, seseorang belajar berkomunikasi, belajar berpikir, dan mengenal diri. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sosialisasi partisipatif memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut.
1) Memberikan imbalan bagi perilaku baik.
2) Hukuman dan imbalan bersifat simbolis.
3) Otonomi anak.
4) Interaksi sebagai komunikasi.
5) Komunikasi verbal atau komunikasi dua arah, baik dari anak maupun dari orang tua.
6) Sosialisasi berpusat pada anak.
7) Orang tua memerhatikan keinginan anak.
Dalam keluarga biasanya mempunyai tujuan yang sama.

Tujuan Sosialisasi
Setiap proses sosial pasti memiliki tujuan. Demikian juga sosialisasi. Berikut ini akan diuraikan beberapa tujuan sosialisasi.
a. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melangsungkan kehidupannya kelak di tengah-tengah masyarakat di mana dia akan menjadi salah satu anggotanya.
b. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien, serta mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis, dan bercerita. Dengan melakukan komunikasi, berbagai informasi mengenai masyarakat akan diperoleh untuk kelangsungan hidup seseorang sebagai anggota masyarakat.
c. Mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. Artinya, dengan sosialisasi seseorang akan dapat memahami hal-hal yang baik dan dianjurkan dalam masyarakat untuk dilakukan. Selain itu juga dapat mengetahui dan memahami hal-hal buruk yang sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan.
d. Menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat.

Proses sosialisasi

Menurut George Herbert mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
  • Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri.Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak.Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

  • Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
  • Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
  • Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya








Menurut Charles H.Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

Agen sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
  • Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah.Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti.Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut GertrudgeJaegerperanan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.






  • Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja.Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadianseorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.

  • Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
  • Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
·         Penayangan acara SmackDown!di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·         Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
·         Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.


  • Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan.Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sosialisasi
Ada dua faktor yang secara garis besar dapat memengaruhi proses sosialisasi, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik
Sejak lahir manusia sesungguhnya telah memiliki pembawaan-pembawaan yang berupa bakat, ciri-ciri fisik, dan kemampuan-kemampuan khusus warisan orang tuanya.Hal itu disebut sebagai faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang melakukan sosialisasi. Faktor ini akan menjadi bekal seseorang untuk melaksanakan beragam aktivitas dalam sosialisasi. Hasilnya akan sangat berpengaruh terutama dalam perolehan keterampilan, pengetahuan, dan nilai-nilai dalam sosialisasi itu sendiri.
b. Faktor Ekstrinsik
Sejak manusia dilahirkan dia telah mendapat pengaruh dari lingkungan di sekitarnya yang disebut sebagai faktor ekstrinsik.Faktor ini dapat berupa nilai-nilai, kebiasaankebiasaan, adat istiadat, norma-norma, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem mata pencaharian hidup yang ada dalam masyarakat.Nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi pedoman bagi seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas agar sikap dan perilakunya sesuai dengan harapan masyarakat. Perpaduan antara faktor intrinsik dan ekstrinsik akan berakumulasi pada diri seseorang dalam melaksanakan sosialisasi.
5. Pola Sosialisasi
Sosialisasi selain sebagai proses belajar dan mewariskan suatu kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya, juga sebagai sarana untuk mengembangkan diri sendiri yang berarti membangun diri sendiri untuk membentuk kepribadiannya. Dalam sosialisasi dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif (repressive socialization) dan sosialisasi partisipatif (partisipatory socialization).





 




                                                                                                                          





Tidak ada komentar:

Posting Komentar